Jumat, Maret 19, 2010

Perlukah menolak kedatangan obama??

TIADA disangkal lagi, Barack Obama,  menjadi salah satu figur dunia saat ini. Tentu bukan saja sebagai Presiden negara superpower Amerika Serikat (AS) yang ke-44, tapi juga Obama merupakan sosok yang menarik dalam perpolitikan. Ia relatif baru dalam kancah politik, dari community organizer, state senator, terpilih menjadi senator AS, dan tiba-tiba mampu mengalahkan calon-calon presiden lainnya yang sangat senior, termasuk John McCain, dan sebelumnya sesama calon Partai Demokrat, Hillary Clinton.

Tapi barangkali yang paling istimewa dari semua itu adalah sosok kepribadian Barack Obama itu sendiri, yang bagi saya sangat unik. Ia anak seorang ayah non-Amerika, warga Kenya, dan ibu keturunan Irish, menjadikan sebagai individu yang unik. Individu yang bisa bangga mewakili manusia tanpa batas ras. Bangga sebagai warga kulit hitam, African-American,  meski di AS sendiri masih dikategorikan warga yang  marginalized.

Maka terpilihnya Barack Obama menjadi Presiden AS merupakan simbol ‘empowerment’ untuk mereka yang selama ini dipersepsikan sebagai elemen masyarakat yang lemah, khususnya warga kulit hitam AS. Bahkan terpilihnya beliau ditafsirkan oleh sebagian kalangan sebagai ‘realisasi mimpi’ Dr. Martin Luther, pejuang hak-hak kesamaan sipil AS.

Bagi saya sendiri, keunikan yang dimiliki oleh Barack Obama tidak sama sekali terletak di bentuk warna kulit dan posisinya sebagai Presiden negara terkuat dunia, Amerika Serikat. Melainkan pada berbagai pemikiran dan sikap politiknya dalam kampanye, dan dalam berbagai upaya kebijakan yang ingin diambil setelah menduduki Gedung Putih. Sayangnya memang berbagai kebijakan itu tidak semudah yang dibayangkan oleh khalayak ramai. Sebuah kebijakan perlu melalui ‘pintu-pintu ketat politis’, termasuk Kongres dan Senat, sebelum disahkan oleh Presiden untuk menjadi ‘policy’.

Di antara berbagai pemikiran dan sikap Barack Obama yang unik, antara lain sebagai berikut:

Pertama, salah seorang yang menentang sejak awal penggelindingan perang Iraq oleh Presiden Goerge W. Bush. Ketika itu ia adalah State Senator dari Illinois. Sebagai ahli hukum internasional dari Harvard University,  Obama sadar betul bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden Amerika saat itu adalah illegal dan bertentangan dengan norma-norma kesepakatan masyarakat internasional. Oleh karenanya, dia menentang dan bahkan menjadi salah satu tema utama kampanyenya.

Yang paling penting adalah, Obama telah menetapkan penarikan tentara AS dari Iraq dalam beberapa bulan ke depan, dengan melihat kepada situasi di lapangan. Bagi saya, ini juga merupakan bagian dari sikap tangggung jawab yang tidak ingin meninggalkan Iraq begitu saja. Jika ini yang dilakukan maka sudah pasti Amerika akan dicatat oleh sejarah sebagai ‘penjajah’ yang tidak bertanggung jawab.

Hasil sikap politik Barack Obama terhadap Iraq ini jauh lebih baik ketimbang hasil sikap politik pendahulunya dari Republikan. Kekerasan, pembunuhan, dan lain-lain memang masih saja terjadi, namun jauh menurun. 

Kedua, sehari setelah pelantikannya sebagai Presiden, Barack Obama langsung menandatangani sebuah ‘executive order’ untuk menutup fasilitas penjara di Guantanamo. Guantanamo telah menjadi saksi sejarah hitam dalam rangkaian sejarah negara AS dengan berbagai pelanggaran HAM, termasuk torture, yang kenyataannya AS seringkali dilihat sebagai pejuang HAM. Oleh karenanya, dengan tanpa pertimbangan apapun, Barack Obama segera memerintahkan untuk menutup dengan waktu yang jelas.

Walaupun hingga kini perintah penutupan tersebut belum sepenuhnya terealisasi karena berbagai kendala teknis, seperti penempatan ratusan penduduk Guantanamo yang masih menunggu pengadilan dan juga tentunya adanya upaya-upaya dari lawan politiknya untuk menghalanginya. Tapi keberanian dan ketegasan Barack Obama untuk menutup fasilitas itu merupakan langkah positif.

Ketiga, dan mungkin ini yang paling penting untuk disadari, bahwa pada hari kedua di Gedung Putih, Barack Obama langsung melakukan komunikasi dengan kedua pemimpin Israel dan Palestina dalam upaya mencari solusi konflik Timur Tengah. Bahkan upaya itu langsung ditindaklanjuti dengan mengangkat seorang senator sebagai utusan khusus Presiden untuk Timur Tengah.

Bagi saya pribadi, di tengah gelombang perang Iraq dan Afganistan, Barack Obama memberikan perhatian khusus terhadap konflik Timur Tengah, khususnya Israel-Palestina. Tentu sebuah gambaran bahwa Barack sadar sepenuhnya betapa konflik Palestina-Israel adalah “kanker” yang menggerogoti dunia internasional kita sekarang ini. Jika saja konflik ini bisa diselesaikan, sudah pasti akan banyak kekisruhan-kekisruhan dunia yang dapat diselesaikan.

Yang paling unik bagi saya adalah kenyataan bahwa Barack Obama terlihat ‘berani’ dalam memposisikan diri sebagai ‘mediator’ yang tidak memihak. Minimal ini terlihat dalam berbagai pernyataannya yang cenderung tidak selalu ‘menyalahkan’ Palestina, sebagaimana para pendahulunya, sementara di sisi lain melemparkan pernyataan keras kepada Israel. Padahal, kita ketahui, mengeritik Israel bisa dinilai sebagai ‘political suicide’ bagi seorang Presiden AS.

Keempat, sadar akan kritikan selama beberapa tahun terakhir terhadap Amerika dalam HAM, terutama dalam menyikapi penyiksaan terhadap tahanan atau ‘torture’, Barack Obama dengan tegas melarang semua bentuk penyiksaan yang masuk dalam kategori ‘torture’, termasuk water boarding yang pernah dilakukan kepada tahanan teroris Sheikh Khalid Mohammed, perancang (mastermind) serangan terhadap WTC.

Bagi saya pribadi, ini sebuah visi sekaligus komitmen besar. Di saat Amerika merasa dalam keadaan terancam oleh what so called ‘American haters’, Barack justeru tetap sadar akan batasan-batasan hukum. Tidak seperti pendahulunya, yang terkadang atas nama keamanan (security), hukum justru tidak dihiraukan dan bahkan cenderung dilanggar.

Kelima, di bidang ekonomi Barack Obama telah banyak mencoba untuk memodifikasi berbagai aturan yang memihak kepada kaum lemah. Program ‘bailout’-nya ditujukan untuk menyelamatkan para pekerja dari kemungkinan pemutusan kerja (lay off) besar-besaran oleh corporate (perusahaan). Ini tentunya harus dilihat sebagai bagian dari ‘peduli kaum dhu’afa’, yang menjadi bagian dari ‘personal nature’ (tabiat pribadi) Barack Obama yang pernah mengalami kehidupan kaum dhu’afa.

Contoh yang paling jelas adalah beberapa peraturan terakhir yang nampak sangat berpihak kepada pelanggan ‘credit cards’ (kartu kredit), yang biasanya terlilit oleh utang perusahaan kredit yang mematikan. Beberapa peraturan terakhir memaksa perusahaan-perusahaan kartu kredit untuk melakukan modifikasi guna tidak membebani para pelanggangnya.

Barangkali upaya terbesar yang menjadi prioritas utamanya saat ini adalah ‘health care reform’ yang mati-matian ditentang oleh Republikan. Saya sendiri menilai, penentangan itu sesungguhnya bukan dilandasi oleh kepentingan khalayak ramai, tapi kepada upaya pengganjalan kepada program prioritas Barack Obama. Dan sudah tentu tujuan akhir dari upaya penggagalan tersebut adalah menjatuhkan kredibilitas Barack di khalayak ramai. Ujung-ujungnya adalah agar masyarakat Amerika tidak lagi memilih Barack Obama untuk periode kedua tiga tahun ke depan.

Keenam,
bahwa Barack Obama memiliki komitmen demokrasi dengan menjunjung tinggi diversity manusia. Ini yang disadarinya sehingga Barack Obama tidak canggung-canggung melakukan  direct talk dengan berbagai kalangan dunia lain, termasuk dengan dunia Islam. Pesan-pesan yang disampaikan di Kairo, Mesir merupakan representasi kesadaran akan ‘inter-dependensi’ dunia saat ini. Obama sadar bahwa tak satu bangsa atau negara di dunia ini, termasuk negara superpower Amerika, bisa hidup tanpa kerjasama dengan bangsa-bangsa lain.

Sikap dan kebijakan Barack Obama ini, bagi saya pribadi, sangat bertentangan dengan pandangan dan sikap pendahulunya yang melemparkan slogan ‘with us or against us’.

Selain itu, Barack Obama sangat santun dalam mengeritik lawan-lawan politiknya, bahkan terhadap Presiden Iran sekalipun. Barack selama ini tetap memakai bahasa santun dalam mengkritisi sikap Presiden Ahmadinejad yang bersikukuh untuk mengembangkan ‘nuclear power’ di negaranya. Berbeda dengan G.W Bush yang selalu memberikan kritikan dengan ‘uncivilized manner’, termasuk pengistilahan ‘Evil Axes’ (poros syetan), dan lain-lain.

Kunjungan ke Indonesia

Menurut rencana, Presiden Barack Obama akan mengunjungi Indonesia, sebelum ke Australia, pada pertengahan Maret tahun ini. Rencana kunjungan ini, sebagaimana biasanya, akan disikapi dengan sikap yang berbeda-beda oleh masyarakat Indonesia. Tentu, berbeda pandangan adalah sesuatu yang baik. Saya yakin Barack Obama sendiri akan senang dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan masyarakat karena itu adalah gambaran kebebasan berfikir dan demokrasi.

Akan tetapi, kalau saja saya yang ditanya, apakah kunjungan Barack Obama ke Indonesia harus mendapat sambutan penghormatan atau penolakan? Maka, dengan tegas dan terbuka akan saya katakan harusnya diterima, layaknya tamu.  Alasannya sangat sederhana. Bahwa kalau Barack Obama saja yang memimpin negara terkuat dunia –dalam berbagai skala kehidupan, dari pendidikan, ekonomi, hingga ke kekuatan militer-- ingin membangun hubungan yang baik dan sejajar dengan dunia lain, kenapa bangsa ini tidak mempergunakan ‘kesempatan’ (momentum) tersebut untuk membangun relasi yang sama dengan Amerika?

Kalaupun ada yang melihat bahwa pemerintahan Amerika saat ini belum melaksanakan secara maksimal seperti yang diharapkan oleh banyak orang di berbagai belahan dunia, seharusnya semua itu harus dilihat dengan pandangan bijak. Bijak dalam arti bahwa sebuah kebijakan politik di negara demokrasi tidak ditentukan oleh pribadi. Barack Obama bukan seorang raja, juga bukan pula seorang diktator, tapi seorang Presiden yang dikelilingi oleh berbagai kepentingan. Dalam menentukan sikap, dia tentu punya pertimbangan politis yang didasarkan kepada kemaslahatan mayoritas dan jangka panjang.

Kalaulah Obama bisa memaksakan kehendak, maka sudah pasti dia akan memaksa Israel untuk menghentikan konstruksi pemukiman di berbagai daerah Palestina. Namun ‘realita’ politisnya mengatakan bahwa apa yang bisa dilakukan saat ini adalah mengingatkan aktivitas illegal Israel di daerah Palestina.

Akhirnya, saya hanya ingin mengatakan, masanya umat ini melakukan introspeksi akan masa-masa lalu, sekaligus membuka mata lebar dan memandang jauh ke depan. Obama, yang menurut catatan penulis masih menghormati keragaman,  serta berusaha imbang dalam menyikapi berbagai konflik di dunia, harus bisa menjadi momen yang baik untuk kepentingan bangsa kita ke depan.

Sudah seharusnya umat Islam di Indonesia menjadi pemain utama. Bukan apa-apa, Obama sadar kehadirannya ke Indonesia karena kita adalah negara muslim terbesar di dunia.  Di situlah letak penting mengapa kita harus menjadi pemain efektif dalam berhubungan dengan Amerika dalam upaya-upaya menyelesaikan berbagai konflik dunia. Umat yang sehat adalah umat yang selalu positif, visioner, optimis, dan ‘solving in nature’.
Saya yakin, umat Islam Indonesia adalah umat Islam yang selalu mengedepankan pandangan positif, dan yang paling penting akan meneropong jauh ke depan perjuangan umat dalam rangka membangun dunia yang lebih bermartabat. Semoga! [New York, 8 Maret 2010/www.hidayatullah.com]

Demokrasi Bedebah: Demi Pilkada, Ulama akan Berpasangan dengan 'Artis Bom Seks'

Sukabumi (voa-islam.com) – Perilaku di panggung demokrasi tak peduli halal-haram, demi sebuah kedudukan. Dengan dalih demokrasi, seorang ulama tak lagi malu bersanding dengan artis 'bom seks' untuk mengejar jabatan duniawi.

Pemandangan ini bisa kita lihat saat ini, sesuatu yang aneh Peta politik menjelang Pilkada Kabupaten Sukabumi pada 27 Mei mendatang kian mengkristal dan menghalalkan berbagai macam cara. Aktris Ayu Azhari dikabarkan akan bersanding dengan seorang tokoh ulama, KH Dadun Amarrudien, yang kini menjabat sebagai Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sukabumi.
Ayu dan KH. Dadun merupakan bakal calon yang maju secara perseorangan dalam bursa kandidat PDIP. Keduanya masuk dalam nominasi bersama dengan lima bakal calon lain, yakni pasangan Hasymi Romili (mantan birokrat)–Iman Adi Nugraha (Ketua DPD PAN Kabupaten Sukabumi), pasangan Bambang Jaya Wartawa (kapten kapal PT Ferry Persada)–Budi Widaya (kader PDIP), dan Lukas Mulyana (mantan Kepala Dispenda Kabupaten Sukabumi) yang juga maju perseorangan sebagai bakal calon bupati.

...Saya memang diarahkan untuk membangun komunikasi politik dengan Mbak Ayu Azhari. Karena itu, kami sudah melakukan satu kali pertemuan dan dalam waktu dekat kami berdua akan kembali bertemu, tutur KH Dadun Amarrudien...

Menurut KH Dadun Amarrudien, menjelang penetapan pengusungan oleh DPP PDIP, dia telah menjalin hubungan politis dengan Ayu Azhari. “Saya memang diarahkan untuk membangun komunikasi politik dengan Mbak Ayu Azhari. Karena itu, kami sudah melakukan satu kali pertemuan dan dalam waktu dekat kami berdua akan kembali bertemu untuk membahas kesiapan lebih lanjut,” tutur KH Dadun Amarrudien.
Sementara itu, kabar lain menyebutkan Ayu Azhari juga akan dipasangkan dengan Lukas Mulyana. Namun, kabar itu dibantah sepenuhnya oleh Scarpiandy, kuasa hukum Ayu Azhari. Dia menegaskan, hingga kini Ayu Azhari masih belum menetapkan calon pasangannya. Hal terpenting yang tengah dinantinya adalah keputusan DPP PDIP mengenai pengusungan.

Dia juga membantah rumor yang menyebutkan Ayu Azhari akan mundur dari pencalonan jika tidak disandingkan dengan pasangan sebelumnya pada saat melamar ke PDIP, yakni dr H Heriyanto. “Sejak awal hingga kini, Mbak Ayu belum memiliki calon pasangannya, termasuk dengan dr H Heriyanto. Perlu diakui pada awal pencalonannya, Mbak Ayu maupun dr H Heriyanto melamar secara bersamaan kepada PDIP. Namun, sebenarnya mereka mendaftar secara perseorangan,” kata Scarpiandy.

Di tempat terpisah,Ketua DPC PDIP Kabupaten Sukabumi Muhammad Zaenudin menjelaskan, dari tujuh bakal calon yang masuk dalam nominasi DPP, tiga di antaranya tidak memiliki pasangan. Antara lain, Ayu Azhari, Lukas Mulyana, dan Dadun Amarrudien. “Soal siapa dengan siapa nanti dipasangkan, itu adalah kewenangan DPP, termasuk penetapan pengusungannya,”ujar Zaenudin. (Ibnudzar/snd)

Lutfi as-Syaukani Menolak Islam dan Nabi Muhammad

Hari Rabu (17/2) ruang sidang MK dikejutkan dengan pernyataan saksi ahli yang dihadirkan oleh pemohon uji materi UU 1/PNPS/1965, Lutfi as-Syaukani yang menyatakan, bahwa kesalahan Lia Eden, sama dengan kesalahan Nabi Muhammad saat awal kemunculan Islam (detik.com, 17/2/2010).

Pernyataan ini, sebenarnya tidak mengejutkan, jika kita membaca naskah permohonan uji materi UU 1/PNPS/1965 yang diajukan oleh tim advokasi kebebasan beragama, selaku pemohon, sebagai berikut:

“Jika logika penyimpangan agama ini terus dilanjutkan, maka sesungguhnya masing-masing agama merupakan penyimpangan terhadap yang lainnya. Kristen tentu menyimpang dari Yahudi dalam banyak kasus, misalnya bolehnya memakan daging babi atau tidak khitanan dalam Kristen, sementara Yahudi melarang memakan babi dan mengharuskan khitanan. Islam pasti dalam penyimpangan nyata dari agama Kristen yang menganggap Yesus sebagai Tuhan, sementara Islam hanya menganggap Yesus sebagai Nabi. Jika ditunjuk ke dalam sejarah, maka semua agama sebetulnya muncul sebagai bentuk penyimpangan terhadap doktrin-doktrin agama tradisional sebelumnya.” (hal. 21)

Bagi Lutfi, dkk tentu Islam dianggap sebagai agama sempalan dari Kristen dan Yahudi. Karena Nabi Muhammad SAW. yang membawa Islam, maka dengan demikian beliau SAW. pun dianggap sebagai orang yang melakukan penyimpangan. Nah, pada titik ini, beliau SAW. dianggap sama statusnya dengan Lia Eden, yang melakukan penyimpangan terhadap ajaran Islam.

Kesimpulan seperti ini bukan saja ngawur, tetapi menunjukkan kebodohan Lutfi, dkk yang luar biasa. Kalau kita telusuri, kesimpulan ini salah sejak presmis pertama, yang dibangun berdasarkan asumsi yang salah, yang menyatakan bahwa Islam adalah agama sempalan dari Kristen dan Yahudi. Pertanyaan sederhananya, apa buktinya bahwa Islam merupakan sempalan dari Kristen dan Yahudi? Jelas tidak ada. Kalaulah pada bagian tertentu ada persamaan, tetapi Islam tetaplah Islam; Kristen tetap Kristen dan Yahudi juga tetap Yahudi. Menyamakan ketiganya, karena sama-sama agama samawi juga tidak tepat. Karena secara faktual, ketiganya juga berbeda.

Selain itu, baik Kristen maupun Yahudi, sebagaimana sabda Nabi, diturunkan untuk kaum tertentu, bukan untuk seluruh umat manusia. Ini jelas berbeda dengan Islam, yang merupakan risalah universal. Karena itu, masing-masing mempunyai syariah yang berbeda satu sama lain. Satu-satunya persamaan di antara ketiganya, sebelum Yahudi dan Kristen diselewengkan, adalah pada doktrin monoteistiknya, dimana baik Islam, Kristen dan Yahudi, pada awalnya hanya mengakui bahwa hanya ada satu tuhan yang berhak disembah, yaitu Allah SWT. Inilah yang ditegaskan oleh al-Qur’an:

Katakanlah: “Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. (Q.s. Ali ‘Imran [03]: 64)

Melalui ayat ini, bisa dibuktikan, bahwa sesungguhnya Kristen dan Yahudi memang telah diselewengkan. Penyelewengan yang paling fatal adalah pada doktrin monoteistiknya, karena itu terhadap mereka al-Qur’an menyatakan Kafir: Pertama, terhadap orang Kristen yang dengan tegas menyatakan Nabi Isa –’alaihissalam—adalah Allah (Q.s. 5: 17); dan mereka yang menyatakan Allah adalah tiga dalam satu (trinitas) (Q.s. 5: 73). Juga menyatakan Kafir terhadap orang Yahudi yang menyatakan Uzair adalah anak Allah (Q.s. 9: 30). Dengan demikian, Yahudi dan Kristen jelas sama-sama telah diselewengkan.

Justru dalam konteks seperti inilah, Islam diturunkan oleh Allah kepada umat manusia, termasuk di dalamnya orang Kristen dan Yahudi. Di situlah, esensi seruan Allah dalam surat Ali ‘Imran: 64 di atas, yaitu seruan untuk mengajak mereka kembali ke pangkal jalan, dengan hanya menyembah kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, termasuk tidak menjadikan rahib dan pendeta sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Seruan ini dipertegas di dalam nas al-Qur’an yang lain:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 62)

Dengan tegas nas ini menyatakan, bahwa orang Mukmin (Islam), Yahudi, Kristen dan Shabiah, jika mereka beriman kepada Allah, Hari Kiamat dan beramal shaleh, yaitu dengan melaksanakan syariat Islam, atau dengan kata lain menjadi pemeluk Islam, maka mereka berhak mendapatkan pahala di sisi tuhan mereka. Dengan demikian, Islam adalah agama yang berbeda, bukan sempalan Kristen atau Yahudi, yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad untuk seluruh umat manusia. Islam diturunkan justru untuk meluruskan penyimpangan yang dilakukan oleh para penganut Kristen dan Yahudi. Bukan dibalik, bahwa Nabi Muhammad dengan Islamnyalah yang menyimpang dari agama sebelumnya, yaitu Kristen dan Yahudi. Karena itu, tuduhan ini hanyalah ilusi Lutfi, dkk. Tuduhan ini juga tidak bisa dibuktikan, baik secara historis, normatif maupun empiris.

Lalu, dari mana logikanya Nabi Muhammad dengan Islam disamakan dengan Lia Eden dengan ajaran Salamullah-nya?

Pertama, Lia Eden, awalnya pemeluk Islam, kemudian menodai ajaran Islam, dengan sekte Salamullah-nya. Sementara Nabi Muhammad, sebelumnya bukan pemeluk Kristen atau Yahudi; beliau juga bukan membuat sekte baru, tetapi mendapatkan risalah baru, yang berbeda sama sekali dengan Kristen dan Yahudi, sebelumnya. Karena itu, beliau diyakini oleh umat Islam sebagai Nabi dan Rasul.

Kedua, Lia Eden, dengan sekte dan ajaran Salamullah-nya jelas untuk merusak Islam, bukan meluruskan Islam yang telah diselewengkan. Sementara Nabi Muhammad, dengan risalah Islam-nya diutus, di antaranya, untuk meluruskan penyelewengan yang dilakukan oleh kaum Kristen dan Yahudi. Bukan sebaliknya. Karena itu, pandangan Lutfi, dkk ini justru menunjukkan, bahwa mereka tidak meyakini Islam dan risalah Nabi Muhammad. Wallahu a’lam. (KH Hafidz Abdurrahman) eramuslim

Ada Sungai di dalam laut!! Subhanallah

Maha Suci Allah yang Maha Menciptakan
Sungai dalam Laut
“Akan Kami perlihatkan secepatnya kepada mereka kelak, bukti-bukti kebenaran Kami di segenap penjuru dunia ini dan pada diri mereka sendiri, sampai terang kepada mereka, bahwa al-Quran ini suatu kebenaran. Belumkah cukup bahwa Tuhan engkau itu menyaksikan segala sesuatu. ” (QS Fushshilat : 53)
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)

Maha Suci Allah yang Maha Menciptakan
Sungai dalam Laut

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.


Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air masin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan ( surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laa yabghiyaan.. .”Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diertikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” ertinya “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak
ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam
akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahawa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannyamutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.


Allahu Akbar…! Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim.Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”
Jika anda seorang penyelam, maka anda harus mengunjungi Cenote Angelita, Mexico. Disana ada sebuah gua. Jika anda menyelam sampai kedalaman 30 meter, airnya air segar (tawar), namun jika anda menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 meter, airnya menjadi air asin, lalu anda dapat melihat sebuah “sungai” di dasarnya, lengkap dengan pohon dan daun daunan.
Setengah pengkaji mengatakan, itu bukanlah sungai biasa, itu adalah lapisan hidrogen sulfida, nampak seperti sungai… luar biasa bukan? Lihatlah betapa hebatnya ciptaan Allah SWT.

Ahmadinejad: Serangan 11/9 Sebuah Kebohongan Besar

TEHERAN - Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, mengemukakan versi lain Serangan 11 September 2001 yang menjadi penyulut perang global melawan terorisme. Ia menyebut serangan yang meruntuhkan dua menara kembar WTC itu sebagai "Sebuah kebohongan besar".
Ahmadinejad menyatakan hal itu saat memberikan pengarahan pada para staf Kementerian Intelijen negara itu. Pernyataan meningkatkan tensi hubungan Barat-Iran yang sebelumnya memanas akibat program nuklir Iran. Negara ini tak menunjukkan tanda-tanda mengurangi aktivitas nuklirnya, terutama dalam program pengayaan uranium.
"Serangan 11 September adalah sebuah kebohongan besar dan sebuah alasan untuk perang melawan teror dan pendahuluan untuk menyerbu Afghanistan," ujar Ahmadinejad seperti dikutip oleh televisi pemerintah. Dia menyebut serangan itu sebagai hasil dari sebuah "tindakan dan skenario intelijen yang sangat rumit".
Presiden Iran pernah mempertanyakan versi resmi Amerika Serikat atas serangan 11 September sebelumnya, tapi ini adalah pertama kalinya ia memberanikan diri untuk memberi label sebagai "kebohongan besar."
Pada tahun 2007, New York menolak permintaan Ahmadinejad untuk datang ke bekas lokasi menara kembar World Trade Center saat menghadiri sebuah sidang Pereserikatan Bangsa-Bangsa. Ia uga menimbulkan kegemparan ketika ia mengatakan dalam sebuah ceramah di New York bahwa penyebab dan kondisi yang mengarah ke serangan, dan juga siapa yang merancang serangan itu, masih perlu diteliti.
Pada waktu itu, dia juga mengatakan kepada televisi pemerintah Iran, serangan itu sebagai "hasil dari salah kelola dan manajemen tak manusiawi terhadap dunia oleh Amerika Serikat". Ia juga menyebut "Washington menggunakan 11 September sebagai alasan untuk menyerang orang lain". Ia juga mempertanyakan korban tewas mencapai sekitar 3.000, sementara AS tidak pernah menerbitkan nama-nama korban. republika.co.id